“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Alam Nasyrah: 5–6).
Kesulitan tidak jarang bermakna kesempatan untuk proses pembelajaran bagi hamba-hamba Allah yang berpikir. Sebab, kesulitan seringkali membuka cakrawala berpikir dan memaksakan otak untuk menemukan sesuatu yang belum ada, sebagai jalan keluar dari kesulitan. Lebih-lebih manusia ditakdirkan akal. Allah juga sering mempertanyakan dalam al-Qur‘an tentang apakah hamba-hambaNya tidak menggunakan akalnya.
Bagi manusia yang menggunakan akalnya, beriman, dan bertawakkal, akan selalu mendapatkan jalan keluar dalam hidupnya. Kesempitan hidup seringkali berubah menjadi kesempatan untuk menyambut kehidupan. Bahkan ada jalan keluar pada waktu yang tidak disangka-sangka. Memang demikian janji Allah bagi hamba-hamba- Nya yang senantiasa beriman dan memaknakan pertanyaan-Nya dalam al-qur‘an. Memang kita sepatutnya tidak perlu ragu dengan janji Allah. Bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan akan ada kemenangan, kebahagiaan dan sejenisnya adalah janji yang pasti.
Persyaratannya adalah usaha yang tulus lewat berpikir dan bekerja. Namun mengapa terkadang janji itu tidak begitu saja terwujud pada seseorang hamba? Bisa jadi karena seseorang tidak secara konsisten dan sabar dalam menggunakan akalnya, beribadah, dan bertawakkal. Penyebab lain adalah karena Allah masih menguji ketahanan iman seseorang sampai pada tahap tertentu.
Di tengah proses pengujian mencapai tahap itulah, kadangkala orang berubah haluan dari jalur kesabarannya, sehingga ia berputus asa. Putus asa adalah wujud dari ketidaklurusan dalam berpikir.