Search This Blog

Monday, October 24, 2005

[+] Ukurlah - segalanya - dengan Iman

Ukurlah dengan Iman

"Apa yang dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku ada dalam jiwaku, Jika mereka memenjarakanku maka itu adalah masa penyepianku dengan Tuhanku. Jika mereka mengasingkanku ke suatu tempat yang jauh maka itu adalah masa pengembaraan bagiku. Jika mereka membunuhku, itu adalah kematian yang semoga menjadikanku sebagai syahid. " (Ibnu Taimiyah)


Bagaimana seseorang mengarungi hidup jika tanpa iman? Kesibukan, bagi orang yang tak memiliki iman, adaIah menapaki keinginan yang tak pernah selesai. Menjalani waktu, sejak pagi, siang, petang, malam hingga bertemu pagi kembali, bagi orang yang tak memiliki iman, adalah ibarat mengarungi belantara hutan yang tak pernah ada ujungnya, atau menyeberangi lautan luas yang tak pernah bertepi. Mereka terus bergelut dengan ambisi, memenuhi keinginan nafsu, sementara itu semua tidak pernah membuat lapar dan dahaganya berkurang.


Wajar, jika tak sedikit orang yang merasa lelah menjalani hidup. Ya, mereka lelah karena ternyata seluruh keringat, pikiran dan usahanya tak pernah membuatnya merasa cukup. Semakin banyak usaha yang diperoleh, semakin tinggi tuntutan untuk memperoleh yang lebih banyak. Peluh yang menetes temyata hanya memberi kepuasan yang makin membakar nafsu untuk mendapatkan yang lebih besar. Lalu setelah itu, jatuh bangun lagi, bertarung demi ambisi lagi, mengejar dan memenuhi nafsu lagi, untuk keinginan yang tak ada habisnya.


Saudaraku, Semoga kita semakin memahami, bahwa ada banyak keinginan yang temyata tidak baik untuk kita sendiri. Perhatikanlah bagaimana ungkapan seorang sahabat mulia, Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu, "Sesungguhnya ada seorang hamba yang sangat terobsesi mencapai sesuatu, baik masalah bisnis maupun kekuasaan. Dan sebenarnya ia dimudahkan untuk mencapai keinginannya itu. Tapi Allah melihatnya, lalu berkata pada para Malaikat-Nya, 'Hindari dia dari apa yang diinginkannya itu. Karena sesungguhnya jika Aku mudahkan dia memperoleh keinginannya, mala ia akan masuk neraka.' Maka orang itu pun dihindari oleh Allah dari apa yang diinginkannya. Selanjutnya, orang tersebut menduga-duga dengan mengatakan, 'Kenapa fulan lebih berhasil dariku, kenapa fulan lebih unggul dariku. Padahal apa yang terjadi itu tidak lain hanya karunia Allah swt belaka." (Nurul Iqtibas, 49)


Imanlah yang menyelamatkan kita dari dinarnika hidup yang melelahkan itu. Imanlah yang selalu memberikan kesegaran baru. Iman yang memberi pencerahan batin yang membuat kita selalu prima menghadapi badai apapun dalam hidup. Andai seorang hamba selalu mengembalikan segala masalah pada hakikat keimanan, niscaya ia yakin bahwa Allah tidak pemah menetapkan sesuatu kecuali kebaikan. Meskipun kebaikan itu tidak ia sadari.


Saudaraku, Pikiran kita seringkali tak mampu membaca langsung kebaikan-kebaikan Allah. Mungkin karena hati kita yang kerap tidak bersinar. Pergulatan hidup, sentuhan urusan dunia menyebabkan hati seseorang terselubung oleh suasana pekat. Itulah yang pernah digambarkan oleh Rasulullah saw pada kita, "Tidaklah hati seseorang itu kecuali ia mengalarni kondisi seperti awan dan bulan. Jika hati terdominasi oleh awan, maka hati akan menjadi gelap. Tapi bila awan itu menyingkir maka hati akan menjadi terang." (HR. Thabrani dalam hadits shahih).


Begitulah, hati yang terkadang tertutup oleh awan, akan terhijab cahayanya lalu menjadi temaram. Jika kita berupaya menambah keimanan dalam hati dengan memperbanyak amal shalih dan meminta pertolongan Allah untuk menyingkapkan awan itu, maka hati kita akan bercahaya lagi.


Karenanya saudaraku, Sadarilah kapan saat-saat awan kelabu itu mulai menyelimuti hati. Waspadailah ketika hati mulai terasa redup dan tak tersinari oleh cahaya. Seperti yang disebutkan dalam perkataan salafushalih, "Termasuk kecerdasan seorang hamba adalah, jika ia menyadari kondisi imannya dan apa-apa yang kurang darinya."


Ada pula para salafushalih yang mengatakan bahwa termasuk kecerdasan seorang hamba adalah, "Jika ia mengetahui dari mana datangnya bisikan-bisikan syaitan pada hatinya."


Kembalilah pada iman, maka semua keinginan kita akan terwujud. Keinginan yang tidak dibatasi oleh target, angka atau hasil yang bisa diraba. Karena keinginan tak pemah selesai oleh target, angka dan hasil-hasil itu. Tapi keimanan akan memberi semua harapan, melalui ketenangan, ketentraman hati dan kepuasan. ltulah yang kita cari.


Imam Ibnul Jauzi mengatakan, "Wahai orang yang ditolak dari pintu. Wahai orang yang terhalangi menemui kekasihnya. Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi raja. Lihatlah sarana apa yang bisa membantumu untuk mengetahui posisimu di sisi sang raja. Lihatlah pekerjaan apa yang menyibukkanmu. Betapa banyak orang yang berdiri di depan pintu istana raja. Tapi tak satupun yang dapat masuk dan berhadapan dengan raja kecuali orang-orang yang memang telah dipilih oleh sang raja. Tak seluruh hati bisa mendekat. Tak semua jiwa menyimpan rasa cinta."


Seorang ulama menjelaskan makna perkataan Ibnul Jauzi ini. Ia mengatakan bahwa jika seseorang ingin tahu di mana posisinya di hadapan Allah, bercerminlah pada amal-amal yang menyibukkannya. "Jika ia sibuk dengan dakwah dan berbagai masalahnya, jika ia sibuk menyelamatkan umat manusia dari neraka, jika ia sibuk melakukan pekerjaan untuk memperoleh kemenangan di surga, menolong yang lemah dan orang yang membutuhkan, maka bergembiralah karena semoga ia mempunyai kedudukan yang dekat dengan Allah. Beritakanlah kabar gembira bahwa Allah tidak akan memberikan kebaikan kecuali pada orang yang Ia cintai. Tapi jika ia dia berpaling dari dakwah, berpaling dari para juru dakwah, berpaling dari melakukan kebaikan, sibuk dengan dunia dan mengumpulkan harta benda, sibuk dengan banyak bertanya tapi sedikit beramal, sibuk dengan mengikuti hawa dan nafsu, ketahuilah bahwa ia jauh dari Allah."


Saudaraku, Lihatlah apa sarana yang bisa mendekatkan kita pada Allah? Dan apa pekerjaan yang menyibukkan kita? Allah akan memilih orang-orang yang bisa menempuh sarana yang mendekatkan diri kita pada-Nya dan menyibukkan diri untuk menjalani perintah-Nya. Mari mengukur segala keadaan dengan iman.
Mari kembalikan semua keinginan pada keimanan. Mari melihat peristiwa hidup apa saja dengan kaca mata iman, Ibnu Taimiyah mengatakan, "Apa yang dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku ada dalam jiwaku, Jika mereka memenjarakanku maka itu adalah masa penyepianku dengan Tuhanku. Jika mereka mengasingkanku ke suatu tempat yang jauh maka itu adalah masa pengembaraan bagiku. Jika mereka membunuhku, itu adalah kematian yang semoga menjadikanku sebagai syahid."


Saudaraku, Adakah kekecewaan, kekhawatiran, kegelisahan dan ketakutan di sana?


~ Berjuang di dunia berharap Pertemuan di Surga ~ *** Tarbawi ***
[ usahamulia.net ]

Friday, October 21, 2005

[*] Episode II : Birokrat PKS

BismiLLAAHir RAHMAANir RAHIIM,

Pada kesempatan berikutnya kebetulan ana diundang untuk hadir dlm
SilatuRRAHIM dan Buka Puasa Bersama di rumah dinas Mentan DR Anton
Apriyantono di Jl Denpasar Raya, comp Widya Chandra..

Kesan kesederhanaan yg sama ana dapati dg apa yg saya saksikan
ketika di rumah DR Hidayat (walaupun perlu diakui bahwa perabotan
rumah DR Hidayat memang lebih sederhana), saat bertemu akh Anton
Apriyantono memakai baju PDL (mirip baju Hansip dg plat nama &
lambang Deptan)..

Dalam kesempatan bincang2 dg beliau, ana langsung menanyakan ttg
Kebijakan Impor Beras yg sama sekali tidak populer & tdk berpihak pd
petani.. Maka beliau menyampaikan dg tegas bahwa beliau menolak
impor beras, karena stock dalam negeri masih lebih dari cukup, lalu
terjadi tanya jawab cukup serius diantara kami sbb (saat itu bersama
kami juga ada beberapa wartawan) :

Ana : Lalu kenapa di media diberitakan bahwa pemerintah akan
melakukan impor beras?

DR Anton : Kebijakan impor diambil dlm rapat kabinet saat saya
sedang tidak di tempat (sedang di Pakistan), makanya media tidak
berani memojokkan kita, karena mereka tahu siapa di belakang semua
ini, ya kan?! (Kata DR Anton pd beberapa wartawan yg duduk bersama
kami yg disambut mereka dg tertawa..)

Ana : Kok bisa begitu? Lalu apa maksudnya & siapa yg menggagas?

DR Anton : Siapa lagi kalo bukan para menteri pebisnis?! Kebijakan
itu tdk ada relevansinya sama sekali dg pertanian kita & juga tdk
ada relevansinya dg kebutuhan dalam negeri saat ini, ini murni
bisnis cari untung.

Ana : Nah, sekarang kan sudah diambil kebijakan ya akhi, bisa tidak
antum batalkan kebijakan itu demi ummat?

DR Anton : Kalo dibatalkan tidak bisa karena itu keputusan rapat
kabinet, tapi dijegal bisa insya ALLAH

Ana : Bagaimana cara menjegalnya???

DR Anton : Dlm Undang2 disebutkan bahwa impor tidak bisa dilakukan
kalau stock di dalam negeri masih cukup, semua data stock beras
dalam negeri Deptan yg pegang, jadi mereka tdk akan bisa impor kalo
tdk kita yg merekomendasi, mudah2 an soal data itu kita tidak
dilompati lagi sama mereka

Ana : AlhamduliLLAH.. Lalu katanya ada isu antum tidak adil dlm
penempatan eselon di Deptan?

DR Anton : Di Deptan itu ada 19.000 pegawai sementara jabatan yg
dipromosikan amat sedikit, jadi wajar kalau kita pilih disamping
prestasinya juga akhlaknya yg baik, kalo ada yg tidak puas ya
silakan laporkan saja

Ana : Bagaimana ttg isu islamisasi di Deptan?

DR Anton : Itu isu yg dilontarkan oleh orang2 yg memang sudah gerah
dg pembersihan korupsi yg kita gulirkan di Deptan, jadi setiap
langkah kita mereka sudah antipati lalu menyebar isu, semua yg kita
lakukan kemudian dilihat dari negatif-thinking, kenapa juga saat
Bungaran yg naik dulu tdk ada dikatakan juga isu kristenisasi? Ini
murni dipolitisir, kami tdk akan tanggapi isu2 seperti itu, ancaman
via SMS & telpon soal gerakan anti KKN sudah banyak ke saya, tp IA
kami akan terus bergerak pelan2 tapi pasti soal korupsi ini,
ternyata untuk melaksanakannya memang tidak semudah yg dibahas di
halaqoh.. Ha..Ha..Ha (Sambil tertawa beliau pamit dari kami)

ALLAHu a'lam bish Shawab..


Nabiel Almusawa

[*] Episode 1 : Birokrat PKS

berikut ada email dari sebuah milis, yang semoga saja Ust.Nabiel selaku yang menulis email tidak berkeberatan email beliau dipublikasikan dalam blog ini.
------
(Untuk Para Kader PKS Yg Bertanya via Japri)

BismiLLAAHir RAHMAANir RAHIIM,

Beberapa hari yg lalu ana berkesempatan untuk ikut dalam acara buka bersama dengan Ketua MPR-RI, DR Muhammad Hidayat Nurwahid, MA di rumah dinasnya comp. Widya Chandra dg beberapa ikhwah..

Ketika ana masuk ke rumah dinas beliau tsb, maka dalam hati ana bergumam sendiri : Alangkah sederhananya isi rumah ini.. Ana melihat lagi dg teliti, meja, kursi2, asesori yg ada, hiasan di dinding.. SubhanaLLAH, lebih sederhana dari rumah seorang camat sekalipun..

Ketika ana masuk ke rumah tsb ana memandang ke sekeliling, kebetulan ada disana Ketua DPR Agung Laksono, Wk Ketua MPR A.M Fatwa, Menteri Agama, dan sejumlah Menteri dari PKS (Mentan & Menpera) serta anggota DPR-RI, serta pejabat2 lainnya..

Lagi2 ana bergumam : Alangkah sederhananya pakaian beliau, tidak ada gelang dan cincin (seperti yg dipakai teman2 pejabat yg lain disana).. Ternyata beliau masih ustaz Hidayat yg ana kenal dulu, yg membimbing tesis S2 ana dg judul : Islam & Perubahan Sosial (kasus di Pesantren PERSIS Tarogong Garut)..

Terkenang kembali saat2 masa bimbingan penulisan tesis tsb, dimana ana pernah diminta datang malam hari setelah seharian aktifitas penuh beliau sebagai Presiden PKS, dan ada 10 orang tamu yg menunggu ingin bertemu.. Ana kebagian yg terakhir, ditengah segala kelelahannya beliau masih menyapa ana dg senyum : MAA MAADZA MASAA'ILU YA NABIIL..?

Lalu ana pandang kembali wajah beliau, kelihatan rambut yg makin memutih, beliau bolak-balik menerima tamu, saat berbuka beliau hanya sempat sebentar makan kurma & air, karena setelah beliau memimpin shalat magrib terus banyak tokoh yg berdatangan, ba'da isya & tarawih kami semua menyantap makanan, tapi beliau menerima antrian wartawan dalam & luar negeri yg ingin wawancara..

Tdk terasa airmata ana menetes, alangkah jauhnya ya ALLAH jihad ana dibandingkan dg beliau, ana masih punya kesempatan bercanda dg keluarga, membaca kitab dsb, sementara beliau benar2 sudah kehilangan privasi sebagai pejabat publik, sementara beliaupun lebih berat ujian kesabarannya untuk terus konsisten dlm kebenaran dan membela rakyat..

Tidaklah yg disebut istiqamah itu orang yg bisa istiqamah dlm keadaan di tengah2 berbagai kitab Fiqh dan Hadits seperti ana yg lemah ini.. Adapun yg disebut istiqamah adalah orang yg mampu tetap konsisten ditengah berbagai kemewahan, kesenangan, keburukan, suap-menyuap dan lingkungan yg amat jahat & menipu..

Ketika keluar dari rumah beliau ana melihat beberapa rumah diseberang yg mewah bagaikan hotel dg asesori lampu2 jalan yg mahal dan beberapa buah mobil mewah, lalu ana bertanya pd supir DR Hidayat : Rumah siapa saja yg diseberang itu? Maka jawabnya : Oh, itu rumah pak Fulan dan pak Fulan Menteri dari beberapa partai besar.. Dalam hati ana berkata : AlhamduliLLAH bukan menteri PKS..

Saat pulang ana menyempatkan bertanya pd ustaz Hidayat : Ustaz, apakah nomor HP antum masih yg dulu? Jawab beliau : Na'am ya akhi, masih yg dulu, tafadhal antum SMS saja ke ana, cuma afwan kalo jawabannya bisa beberapa hari atau bahkan beberapa minggu, maklum SMS yg masuk tiap hari ratusan ke ana..

Kembali airmata ana menetes, alangkah beratnya cobaan beliau & khidmah beliau untuk ummat ini, benarlah nabi SAW yg bersabda bahwa orang pertama yg dinaungi oleh ALLAH SWT di Hari Kiamat nanti adalah Pemimpin yg Adil.. Sambil berjalan pulang ana berdoa : Ya ALLAH, semoga beliau dijadikan pemimpin yg adil & dipanjangkan umur serta diberikan kemudahan dlm memimpin negara ini.. Aaamiin ya RABB..


Nabil Almusawa

Monday, September 19, 2005

[^] Ceramah Rasulullah Ketika Menjelang Ramadhan

Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan ALLAH dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi ALLAH. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu ALLAH dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Memohonlah kepada ALLAH Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar ALLAH membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan ALLAH di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan dan kehausan di hari kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.
Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu. Bertaubatlah kepada ALLAH dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika ALLAH Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.
Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa)mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu. Ketahuilah! ALLAH ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbul-alamin.
Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi ALLAH nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. Sahabat-sahabat Rasulullah bertanya: "Ya Rasulullah Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian." Rasulullah meneruskan: Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.
Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, ALLAH akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, ALLAH akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, ALLAH akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, ALLAH akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, ALLAH akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa melakukan shalat sunat dibulan ini, ALLAH akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain. Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, ALLAH akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Qur'an, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Qur'an pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin berkata: "Aku berdiri dan berkata: "Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?" Jawab Nabi: Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama dibulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan ALLAH".

Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang ALLAH telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu'.

Barangsiapa mendekatkan diri kepada ALLAH dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.

Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan (syahrul muwasah) dan bulan ALLAH memberikan rizqi kepada mukminin di dalamnya.

Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang." Para sahabat berkata, "Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah SAW, "Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.

Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barang siapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya ALLAH mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.

Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya. Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain ALLOH dan mohon ampun kepada-Nya. Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.

Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga. (HR. Ibnu Huzaimah).

Tuesday, September 06, 2005

[+] Karunia, Dalam Arti Yang Sebenarnya

Sesuatu baru dapat dikategorikan sebagai karunia dari ALlah adalah manakala setelah kita mendapat sesuatu tersebut dapat membuat kita semakin dekat dengan Allah


Kita sadari ataupun tidak, kehidupan materialistis telah membuat kita lupa akan arti karunia Allah sebenarnya. Orientasi terhadap materi yang begitu tinggi mengubah perspektif kita terhadap karunia. Kita sering menganggap bahwa segala sesuatu yang diberikan Allah kepada kita berupa tambahan materi adalah sebuah karunia. Kenaikan gaji, kehidupan layak, jabatan yang dihormati oleh masyarakat, kedudukan yang terhormat, dsb seolah-olah itu adalah merupakan karunia oleh Allah. Sebenarnya, jika kita telah memperoleh satu atau - bahkan - semua hal diatas belum dapat dikatakan bahwa kita benar-benar telah mendapatkan karunia dari Allah. Lho kok?

Kita sebagai muslim harusnya mempunyai perspektif yang berbeda tentang karunia dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah mengenal eksistensi Tuhan. Dan perspektif yang benar ini pulalah yang mendatangkan ketentraman dalam hidup kita dari persaingan semu yang hanya mendatangkan kepada kemudharatan.

Sesuatu baru dapat dikategorikan sebagai karunia dari ALlah adalah manakala setelah kita mendapat sesuatu tersebut dapat membuat kita semakin dekat dengan Allah. JIka sekarang kita telah bekerja di sebuah perusahaan ternama, kita baru dapat mengatakan bahwa hal tersebut adalah karunia dari Allah jika hubungan atau interaksi kita dengan Allah semakin dekat dibandingkan dengan sebelum kita bekerja di perusahaan tersebut. Jika setelah melakukan komparasi, rupanya kualitas ibadah kita dan interaksi kita dengan Allah semakin berkurang jika dibandingkan dengan sebelum kita bekerja maka kita patut waspada ! Jangan-jangan ini bukan merupakan nikmat dari Allah.

Ada banyak orang yang miskin yang begitu sabar dengan kemiskinannya, akan tetapi ketika kelapangan telah datang kepada mereka, mereka sudah mulai lupa dari mana mereka berasal sehingga interaksi mereka dengan ALlah pun amburadur. Lalu apakah kekayaan yang telah Allah berikan kepada mereka dapat kita katakan sebagai karunia sejati?

dalam hal lain, ada juga sekelompok orang kaya yang jauh dari interaksi dengan Allah. Tapi manakala musibah datang kepada mereka, dan mereka pun jatuh miskin, akan tetapi kemudian mereka bertaubat, dan interaksi mereka dengan Allah pun semakin dekat. Mereka sudah mulai melakukan ibadah yang sangat jarang sekali mereka lakukan kala mereka berada pada posisi berkecukupan. Inilah Karunia Sejati...!

Buat apa harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, penghasilan yang besar jika akhirnya hanya membuat kita jauh dari ALlah !

Buat apa juga kedudukan yang tinggi jika hanya melahirkan sifat sombong, padahal karena sifat itu pulalah Iblis diusir dari neraka, dan ALlah sudah menjanjikan tidak akan memasuki syurga seseorang yang masih tersimpan dalam hatinya rasa sombong

Yang kita butuhkan sekarang adalah, Karunia hakiki dari Allah, yang dengannya akan membuat kita semakin dekat dengan Allah

Jadi mulai sekarang, ketika kita menerima sesuatu, kita harus berdoa dan berharap kepada ALlah, agar dengannya kita semakin dekat dengan Allah

Allahumma amien

Wednesday, August 31, 2005

[^] Bahaya Menganggap Enteng Dosa

Ketahuilah –semoga Allah menyayangi kita semua- bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah telah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk mengikhlaskan taubat, Ia berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 8 yang artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.”

Allah telah memberi karunianya kepada kita dengan memberi kesempatan untuk bertaubat yaitu sebelum malaikat yang mulia mencatatnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda yang artinya : “ Sesungguhnya malaikat yang berada disebelah kiri menahan dari menulis kesalahan hamba yang muslim selama enam jam, apabila ia menyesal dan meminta ampun kepada Allah maka malaikat akan membiarkannya, tetapi apabila tidak, maka dicatatnya sebagai satu kesalahan. “ H.R. Thabrani dalam “ Al-Mu’jam Al-Kabir “, dan Al-Baihaqi dalam “Syu’abul Iman”, dihasankan oleh Syaikh Al-Bani dalam “ Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah” no. 1209

Dan kesempatan yang lain setelah ditulisnya tetapi sebelum datangnya ajal. (Arti “jam” pada hadits diatas ada kemungkinan jam yang kita kenal atau berarti waktu sesaat di malam atau siang hari, “Lisanul Arab sin, wau, ‘ain- “Faidhul Qadir” oleh Imam Al-Munawi).

Musibah yang banyak menimpa manusia hari ini adalah mereka tidak berharap kepada Allah, sehingga mereka siang malam selalu berbuat maksiat dengan berbagai macam dosa kepada-Nya, diantara mereka ada segolongan yang ditimpa musibah “menganggap kecil dosa” , maka engkau lihat salah seorang mereka menganggap enteng dosa-dosa kecil yang ia lakukan, seperti dengan mengatakan : “memandang dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan muhrim tidaklah berakibat apa-apa”. Dan mereka menikmati pandangan-pandangan haram yang terdapat di majalah-majalah dan film-film seri, sampai-sampai sebagian dari mereka apabila tahu tentang haramnya suatu masalah ia bertanya dengan nada meremehkah : “Berapa besarnya dosa tersebut? Apakah ia dosa besar atau dosa kecil?”

Apakah engkau mengetahui kenyataan yang ada maka bandingkanlah dengan dua atsar berikut ini yang terdapat dalam Shahih Bukhari -semoga Allah merahmatinya- :

Dari Anas Radhiallahu 'anhu, ia berkata : “sesungguhnya kalian berbuat amalan yang menurutmu lebih halus dari rambut, tetapi kami di masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menganggapnya sebagai dosa besar yang membinasakan.

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu 'anhu, ia berkata : “Sesungguhnya seorang mu’min, ia melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk dibawah gunung, ia takut kalau gunung itu jatuh menimpanya. Dan sesungguhnya seorang fajir (yang banyak berbuat dosa) melihat dosa-dosanya bagaikan lalat yang hinggap di hidungnya maka ia berbuat demikian menggerakkan tangannya maka ia mengusirnya.

Maka tidaklah mereka (yang menganggap enteng suatu dosa) memikirkan betapa bahayanya perkara ini, padahal Nabi mereka Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah bersabda yang artinya : “ Hati-hatilah kalian dengan dosa kecil, sesungguhnya perumpamaan dosa-dosa kecil bagaikan satu kaum yang turun kepada kembah, maka seorang datang membawa kayu bakar, dan yang lainnya membawa sepotong juga, sehingga mereka membawa sesungguhnya dosa-dosa kecil membinasakan pelakunya ketika ia dihisap.” Dan dalam riwayat lain : “Hati-hatilah kalian terhadap dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu apabila berkumpul pada orang tersebut akan membinasakannya.” H.R. Ahmad (lihat Shahih Al Jami’ no. 2686-2687)

Para ulama menyebutkan bahwa dosa kecil yang dibarengi dengan tidak adanya malu, tidak perduli, tidak ada rasa takut kepada Allah, ditambah dengan sikap meremehkannya akan mengakibatkan terjerumus ke dalam dosa besar, bahkan dosa kecil tadi berubah menjadi setingkat dengan dosa besar. Oleh karena itu tidaklah disebut dosa kecil apabila dilakukan terus-menerus, dan tidaklah disebut dosa besar apabila dibarengi dengan bertaubat (istigfar).

Dan kami mengatakan kepada orang yang keadaannya demikian : “Janganlah engkau melihat kepada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa engkau berbuat maksiat.”

Semoga kata-kata ini dapat bermanfaat bagi orang-orang yang benar, yaitu mereka yang selalu merasa penuh dosa dan kelalaian, bukan mereka yang tidak peduli terhadap kesesatan mereka dan bukan pula mereka yang terus menerus dalam kebatilan.

Sesungguhnya kata-kata ini untuk mereka yang beriman kepada firman Allah :
( نبىّء عبادى أنىّ أنا الغفور الرحيم )

“ Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang “ (Q.S. Al Hijr 49)

Selain itu mereka beriman pula kepada firman-Nya :
(وأنّ عذابى هو العذاب الأليم)
“Dan bahwa sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih.” (Q.S. Al Hijr 50)

Sunday, August 28, 2005

[*] Jama'ah yang Efektif

Mungkin jauh lebih realistis untuk mencari jama'ah yang efektif ketimbang mencari jama'ah yang ideal. Kita adalah ummat yang sakit. Setiap kita mewarisi kadar tertentu dari penyakit tersebut. Jika orang-orang sakit itu saling bertemu dalam sebuah jama'ah, pada dasarnya jama'ah itu juga merupakan jama'ah yang sakit. Itulah faktanya.

Tapi tugas kita menyalakan lilin, bukan mencela kegelapan. Jama'ah yang efektif adalah jama'ah yang dapat mengeksekusi atau merealisasikan rencana-rencananya. Kemampuan eksekusi itu lahir dari integrasi antara berbagai elemen; ada sasaran dan target yang jelas, strategi yang tepat, sarana pendukung yang memadai, pelaku yang bekerja dengan penuh semangat, lingkungan strategi yang kondusif.

Jama'ah yang didirikan untuk kepentingan menegakkan syariat Allah Swt di muka bumi, akan menjadi efektif apabila ia memiliki syarat-syarat berikut ini;

Pertama, ikatannya aqidah, bukan kepentingan. Orang-orang yang bergabung dalam jama'ah itu disatukan oleh ikatan aqidah, dipersaudarakan oleh iman, dan bekerja untuk kepentingan Islam. Mereka tidak disatukan oleh kepentingan duniawi yang biasanya lahir dari dua kekuatan syahwat; keserakahan (hubbud dunya) dan ketakutan (karahiatul maut).

Kedua, jama'ah itu sarana, bukan tujuan. Jama'ah itu tetap diposisikan sebagai sarana, bukan tujuan. Sehingga tidak ada alasan untuk memupuk dan memelihara fanatisme sekadar untuk menunjukkan kesetiaan pada grup. Hilangnya fanatisme juga memungkinkan jama'ah- jama'ah itu saling bekerja sama diantara mereka, membangun jaringan yang kuat, dan tidak terjebak dalam pertarungan yang saling mematikan.

Ketiga, sistem, bukan tokoh. Jama'ah itu akan menjadi efektif jika orang-orang yang ada di dalamnya bekerja dengan sebuah sistem yang jelas, bukan bekerja dengan seseorang yang berfungsi sebagai sistem. Pemimpin dan prajurit hanyalah bagian dari strategi, sistem adalah sesuatu yang terpisah. Dengan cara ini kita mencegah munculnya diktatorisme dimana selera sang Pemimpin menjelma menjadi sistem.

Keempat, penumbuhan, bukan pemanfaatan. Sebuah jama'ah akan menjadi efektif jika ia memandang dan menempatkan orang-orang yang bergabung ke dalamnya sebagai pelaku-pelaku, yang karenanya perlu ditumbuh- kembangkan secara terus menerus, untuk fungsi pencapaian tujuan jama'ah itu. Jama'ah itu akan menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas individunya, dan tidak memandang mereka sebagai pembantu-pembantu yang harus dipaksa bekerja keras, atau sapi- sapi yang dungu yang harus diperah setiap saat.

Kelima, mengelola perbedaan, bukan mematikannya. Jama'ah yang efektif selalu mampu mengubah keragaman menjadi sumber kreativitas kolektifnya. Dan itu dilakukan melalui mekanisme syuro yang dapat memfasilitasi setiap perbedaan untuk diubah menjadi konsensus..

Wednesday, August 24, 2005

[^] Diam Itu - Tidak Selamanya - Emas

“Orang yang diam terhadap suatu kemungkaran ibarat setan yang bisu” (Abu Ali bin Daqqaq). Diam ternyata tidak selamanya bernilai emas atau baik. ketika kita diam terhadap suatu kemungkaran, misalnya, maka itu akan sama halnya dengan tidak baik. Bahkan, Rasulullah SAW menyamakan diam tersebut dengan ikut membiarkan suatu keburukan terjadi. Bahkan pada diam ketika mampu untuk mencegahnya, bisa sama dengan telah ikut melakukan keburukan tersebut.

Makanya sangatlah wajar kalau Abu Ali bin Daqqaq mengibaratkan orang yang diam dalam keadaan demikian itu dengan setan. Memang kadangkala, kita tidak mampu memahami diri, apakah sedang diam terhadap kemungkaran atau sedang melakukan sesuatu untuk mencegahnya. Hal ini terjadi karena bisa jadi kemungkaran itu sedang dilakukan oleh orang-orang tertentu seperti oleh kerabat, orang-orang yang disegani atau mungkin oleh diri sendiri. Dalam posisi demikian, sebahagian kita amat sulit untuk tegas, sehingga terjadilah yang namanya ketidakadilan. Ketidakadilan yang dimaksud adalah, kita baru mampu melihatnya sebagai suatu kemungkaran manakala dilakukan oleh orang lain, terutama oleh orang-orang yang berseberangan pendapat dengan kita.

Padahal Allah menganjurkan kita untuk selalu menegakkan keadilan, tak terkecuali untuk diri sendiri. Berkenaan dengan hal ini, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjaan” (QS an-Nisaa`: 135)

Friday, August 19, 2005

[+] Ada Saatnya Untuk Berhenti...

Waktu memang tak pernah berhenti berjalan, meski manusia di dalamnya tak bergerak sekali pun. Beruntunglah orang-orang yang selalu mengisi kehidupannya dengan berbagai macam kegiatan dan amalan. Semangat dan tekad yang kuat di dalam hati memang mampu membuat manusia bergerak layaknya air yang mengalir,terus bergerak mengikuti arus.

Ketika kita yakin bahwa hidup ini cuma sekali dan dunialah tempat kita menempa amal, mempersiapkan bekal yang terbaik sebelum akhirnya memasuki akhirat yang kekal, maka sepatutnya kita paham bahwa tak ada waktu yang boleh disia-siakan. Begitu banyak yang bisa dan harus kita kerjakan. Bahkan terkadang kita merasa bahwa waktu 24 jam yang diberikan masih kurang jika harus dibagi untuk mengerjakan amanah pekerjaan, kuliah, dakwah, keluarga, dan mengurusi diri sendiri.

Berlomba-lombalah dalam mengerjakan kebaikan, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kita kerjakan. Tapi terkadang ketika kita begitu sibuk mengerjakan amanah, ada hal-hal yang kita abaikan. Saudaraku, cobalah bertanya pada diri sendiri. Jujurlah pada nurani. Sudahkah hak-hak diri kita tunaikan? Apakah ibadah kita tetap terjaga? Atau justru tilawah semakin berkurang dan malam demi malam selalu terlewatkan tanpa sempat sujud meski hanya dua rakaat di sepertiga malam?

Ibarat orang yang sedang melakukan perjalanan jauh, maka sesekali perlu berhenti untuk beristirahat atau mengisi bahan bakar kendaraan. Seperti itulah layaknya kita. Ketika bergerak, harus ada waktu dimana kita mengisi kekuatan, menenangkan pikiran, baru kemudian bergerak lagi. Rasakanlah betapa kosongnya hati ketika salat kita tak lagi khusyuk (bahkan terburu-buru), tilawah kita tak pernah mencapai target, Dhuha tak sempat dilakukan, dan akhirnya malam hanya meninggalkan lelah yang amat sangat. Apakah itu yang kita rasakan saat ini?Jika iya, maka berhentilah sejenak. Sejenak saja... tanyalah pada diri, sudah sejauh mana kita tidak lagi tawazun (seimbang) pada diri? Saudaraku, benahilah kembali hak-hak diri dan orang lain yang selama ini mengkin terabaikan. Shalatlah sambil mengingat dosa-dosa yang mungkin sering kita lakukan tanpa kita sadari. Perbanyak doa agar kita selalu diberi kekuatan dan kesabaran. Bacalah Al-quran sambil merenungkan maknanya. Kerjakan amalan sunnah yang selama ini mungkin jarang sekali tersentuh.


Beruntunglah orang yang melakukan tasbih (shalat) ketika manusia sedang tertidur.
Ia pendam keinginannya diantara tulang rusuknya (dadanya).
Dalam suasana yang diliputi ketenangan yang khusyu.
Berdzikir kepada Allah sedang air matanya mengalir.
Kelak air matanya itu di kemudian hari akan menjadi pelita.
Guna menerangi jalan yang ditempuhnya di hari perhimpunan.
Seraya bersujud kepada Allah di penghujung malam.
Kembalilah kepada Allah dengan hati yang khusyu.
Dan berdoalah kepada-Nya dengan mata yang menangis.
Niscaya Dia akan menyambutmu dengan pemaafan yang luas.
Dan Dia akan menggantikan semua keburukanmu itu.
Dengan kebaikan yang dilimpahkan-Nya kepadamu tanpa habis-habisnya.
Semua pemaafan itu diberikan bagi hamba yang kembali pada-Nya.
Sebagai karunia yang berlimpah dari Pencipta alam semesta.
Bagi orang-orang yang segera bertaubat kepada-Nya
(gubahan Walid)

Berhenti sejenak bukan berarti lantas mematahkan langkah dan menghambat tujuan. Justru kita harus berhenti sejenak untuk mengisi kekuatan kita dan melihat apa saja yang telah kita lakukan. Karena kita adalah manusia, bukan batu karang yang tetap berdiri meski diterjang ombak. Karena kita adalah manusia, bukan gunung tinggi yang tetap kokoh meski diterpa angin kencang.

Thursday, August 18, 2005

[^] Mengucap Insya Allah

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali dengan menyebut “Insya Allah” (QS al-Kahfi: 23-24).

Meskipun banyak orang merasa lega dengan ditandatanganinya kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan GAM di Helsinki, namun terwujudnya suasana damai setelah itu tidak bisa dikatakan pasti. Sebab, manusia sebagaimana dimahfumkan oleh Sang Pencipta, Allah SWT, tidak akan tahu pasti apa yang akan terjadi di masa depan. Karena keterbatasan pengetahuan itulah, yang agak tepat untuk dikatakan adalah: dengan penandatanganan kesepakatan damai itu, insya Allah akan terwujud perdamaian antara kita di masa selanjutnya.

Pembubuhan kata “insya Allah” harus selalu diupayakan dalam setiap pekerjaan manusia. Sebab, manusia hanya diwajibkan berusaha sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, selanjutnya adalah urusan Allah. Ketika dibubuhi dengan kata “Insya Allah” yang berarti kalau Allah menghendaki, maka dengan sendirinya perjanjian damai itu akan bermakna akan terjadi kalau Allah menghendaki. Bisa jadi, dan sering terjadi dalam kenyataan, apa yang telah diupayakan manusia dengan seyakin-yakinnya akan tercapai sebagaimana yang diharapkan belakangan tidak demikian, mungkin karena sesuatu hal di luar dugaan kita.

Adanya dugaan ini bukan bermaksud untuk memperkecil harapan dari usaha besar manusia tersebut, tetapi lebih untuk menunjukkan kerendahan hati kita sebagai hamba-hambaNya yang dhaif sekaligus menunjukkan pengakuan kita terhadap ke-MahaKuasa-an Allah terhadap segala sesuatu, termasuk terhadap usaha kita itu.

Lagipula, Allah menghendaki kita sebagai hamba-hambaNya untuk berlaku demikian, sebagaimana peringatanNya terhadap Rasulullah SAW dalam ayat di atas. Insya Allah, cita-cita damai kita tercapai.

Saturday, August 13, 2005

[*] Episode : Tadhiyyah dan Tsabat Li'ilaikalimatillah

Hari itu, barisan para pemberani berderap rapi seperti gigi sisir yang indah. Langit Madinah menjadi saksi, kuntum-kuntum azzam yang menggelora dalam setiap dada. Mereka berkumpul, bersiap dengan semerbak iman. Di sana, ada sesosok manusia yang mereka cinta sepenuh nafas di raga, Nabi Muhammad SAW. Dari bibir manisnya, sebuah seruan indah bergaung dengan sempurna. Angin sahara menyemilirkan sabda Rasulullah ke setiap gendang telinga para sahabat yang terpanggil untuk pergi.

Bukan sembarang pergi, karena berperjalanan menempuh banyak lembah kali ini tidaklah untuk bersenang. Nabi yang Ummi, kekasih yang sungguh mereka cintai dengan begitu benderang, mengembankan sebuah amanah. Berjihad.

Sebelum pergi, mereka mendengar untaian pesan nabi. Sebuah taklimat yang mereka patri dalam-dalam di relung dada:"Pabila Zaid syahid atau terluka, maka panglima kalian adalah Ja'far bin Abi Thalib.Jikalah Allah mentakdirkan Ja'far gugur dan terluka,adalah Abdullah bin Rawahah yang kan menggantikannya.Dan ketika Abdullah pun mengalami hal serupa, kalian diperkenankan memilih sendiri panglima pemberani"Sebelum berderap menuju medan pertempuran, mereka masih juga mendengar dengung indah lantunan perintah Rasulullah, yang disemat baik-baik oleh para perindu surga :"Jangan bunuh anak kecil,jangan bunuh perempuan, jangan menebang pepohonan, dan janganlah engkau menghancurkan rumah tempat bernaung"Mereka pergi dengan banyak tengadah, kepada yang Maha Perkasa.

Mereka berbaris menjauhi Madinah dengan banyak pinta yang dilantunkan oleh kaum Muslimin, semoga para ksatria kembali dengan membawa kemenangan. Berita keberangkatan pasukan muslimin sudah terlebih dahulu sampai. Pihak musuh saat itu bersiap penuh. Penguasa Heraklius mengumpulkan kelompok-kelompok kabilah di sekitar Syam. Selain itu didatangkan juga bantuan tentara yang terdiri dari orang Yunani dan orang Arab. Sejarah mengisahkan jumlah pasukan Rumawi yang bersiaga mencapai dua ratus ribu orang.

Ketika mengetahui jumlah yang akan dihadapi begitu jauh dari perkiraan, banyak dari para sahabat yang merasakan kekhawatiran. Namun, Abdullah bin Rawahah yang dikenal berani dan suka bersyair itu dengan lantang berkata: "Saudaraku, apa yang tidak kita senangi, justru itu yang kita cari sekarang ini, kita memerangi mereka bukan karena kehebatan senjata, bukan karena kekuatan dan juga bukan karena jumlah yang besar. Kita perangi mereka hanya karena kita mencinta agama yang dengannya Allah memuliakan kita.

Marilah saudaraku, kita maju. Kita rengkuh satu dari dua pahala : menang atau mati syahid". Dan semangat para sahabat kembali menyala. Dengan mengucap basmalah, mereka kembali maju mendekati musuh.Di perbatasan Balqa', desa Masyarif, akhirnya kedua pasukan bertemu, kaum Muslimin mengelak ke daerah Mu'tah sebuah desa di pinggiran Syam yang mereka anggap dapat dijadikan kubu pertahanan. Perang berkecamuk. Mu'tah mengabadikan keagungan iman para ksatria yang melawan dengan jumlah musuh tak sebanding. Zaid sebagai panglima melesat ke tengah peperangan seperti anak panah lepas dari busur tanpa sedikit keraguan pun. Kematian bukan hal yang ditakutinya, ia merindukan kemenangan atau mati syahid.

Helai cinta kepada Al-Musthafa terjalin begitu rapi, hingga Zaid terus mengingat senandung jaminan manusia berparas mempesona, masuk surga. Zaid terus bertempur, mengayun pedang, mengejar musuh dan mempertahankan bendera. Namun badannya tak mempunyai mata, beberapa tombak tak kuasa ia elak. Tombak-tombak musuh kian memburunya. Zaid tersungkur, wajahnya mencium jelita pasir yang bersimbah merah. Bendera tetap berada dalam genggaman. Ia rasakan tubuhnya semakin ringan, padahal kulitnya tak lagi sempurna, tak ada celah selain robek akibat ratusan tombak para sang durja. Sejeda kemudian, ada nafas terhembus dari raga sang panglima.

Degup jantungnya berhenti, tak ada lagi denyut nadi. Panji Islam, tertancap agung di sebelahnya. Kibarnya mengangkasakan ruh yang disambut para bidadari dari surga. Kekasih Rasulullah pergi, temui Rabb yang Maha Tinggi.Ja'far melesat mengais bendera dan kini bendera berkibar di tangan pemberaninya. Kecamuk perang kian berdentang. Pedang beradu pedang, tombak melayang tak kenal arah, kepala terpenggal, dada tertembus, belum lagi pekikan. Dan pabila terdengar gema Allahu Akbar, maka semakin banyak dada para pemberani membusung menjemput musuh. Bau amis menyeruak pengak.

Ja'far melaju ke tengah kancah. Tak ada rasa takut yang hinggap, ia menyambut para penyerangnya. Mu'tah bersaksi, banyak bibir sahabat tersenyum menyongsong penghilang kesenangan. Tak terkecuali dengan sang pengganti panglima, Segera ia melompat dari kuda kebanggaan. Sekali tebas, kaki-kaki kekar kudanya telah terbelah. Bukan, bukan ia tak mengenal kasih sayang, ia hanya khawatir kudanya kelak menjadi tunggangan musuhnya. Kini ia berada di pepasir Mu'tah, mengayun pedang dan mempertahankan bendera. Panji kebangggan Islam, terus terbumbung di angin sahara.

Bau udara tak lagi sama. Ja'far terus menyongsong pasukan Rumawi sepenuh keimanan dalam hatinya. Sebuah syair ia bumbungkan ke angkasa. Deru angin membantu menghantar syairnya menembus langit dan pendengaran para prajuritnya : Oh semerbak surga kian mendekat Segar dan sejuk gemericik air minumnya Ada banyak kemilau tahta di sana Dan Rum,Adalah Rum yang dekat azabnya,Kafir dan sangat jauh hubungan nasabnya Bila bertemu, ku kan segera memenggal mereka

Detik selanjutnya, sebilah pedang terhunus merenggut sebelah tangan kanan pemegang bendera. Ja'far mundur. Tangan sebelah kirinya masih sempurna, wajah tampan yang mirip dengan raut Rasulullah itu masih tersenyum meraih panji kebanggan. Ia kembali melesat, menerjang pasukan berbaju besi. Dan kali ini tangan yang sebelah kiripun putus, dibabat penuh sang durja dari Romawi. Apakah Ja'far menangis pedih? Tidak, ia masih saja menerbangkan senyum kesyukuran, panji Islam tak boleh jatuh. Ia mendekap amanah Rasulullah dengan sisa tangan dan dadanya. Panji tetap berada di ketinggian. Ja'far memandang kibar bendera di angkasa, membayangkan seraut wajah yang melimpahinya kesayangan, wajah rembulan Al-Musthafa. Ingin sekali ia melaju lagi, namun badannya kini terbelah, pedang musuh begitu pongah.

Pepasir Mu'tah menyambut sang syuhada. Ja'far rubuh menyusul panglima pertama. Awan berarak, udara bergerak, suara semakin memekak, namun tubuh Ja'far sunyi. Setelah Ja'far syahid, Abdulllah bin Rawahah lah yang kini menyambut panji amanah Rasulullah. Dengan berkuda ia meraih bendera, sementara ia berfikir untuk turun, ia ragu sejenak. Mengenang sang pemberi amanah, langsung ia mengenyahkan keraguan dalam hatinya. "Kenapa engkau masih membenci surga wahai Abdullah," itulah yang dikatakannya kepada dirinya sendiri. Dengan hati lapang, ia maju sebagai panglima yang ketiga. Dan ternyata pilihannya tidak salah, ia pun syahid menyusul panglima-panglima kebanggaan Rasulullah.

Akhirnya setelah syahidnya Abdullah maka para sahabat melakukan pemilihan pemimpin pasukan, dan jatuhlah pilihan kepada bahu Khalid bin Walid yang terkenal ahli strategi perang. Khalid yang melihat kekuatan musuh begitu tangguh sedangkan semangat pasukan muslim kian melemah, mengatur siasat. Anak buahnya di posisikan berpencar dengan jumlah yang kecil. Posisi itu memanjang dan berada di belakang sisa pasukan. Ketika pagi tiba, pasukan yang berpencar itu melakukan hiruk pikuk yang riuh rendah hingga menimbulkan kesan bala bantuan datang dari pasukan Nabi.

Dan memang kesan itu membuat gentar pihak musuh, mereka berfikir beribu kali untuk melakukan pertempuran. Pihak Rumawi kemudian memerintahkan pasukannya mundur. Hingga kesempatan ini digunakan Khalid juga untuk menarik pasukannya kembali ke Madinah. Pertempuran ini tidak memberikan kemenangan bagi ke dua belah pihak. Pasukan Muslimin pulang tanpa kemenangan dan juga kekalahan.***Berita petaka Mu'tah, segera sampai. Nabi berduka.

Bergegas, langkahnya menuju rumah para panglima yang menjadi syuhada.Tiba di rumah Zaid bin Harits yang merupakan anak angkatnya, saat itu tak seperti biasanya Nabi menangis atas sebuah kematian, hingga para sahabat yang menyaksikan bertanya-tanya dan khawatir. "Duhai manusia pilihan, mengapakah engkau menangisi sebuah kepergian ?" tanya mereka kepada Nabi.
Lembah madinah menjadi saksi, ketika bibir manis sang Al-Musthafa mendendangkan sebuah jawaban: "Ini adalah tangisan seorang kekasih kepada kekasihnya".Untuk Ja'far, Al-Musthafa menggemakan suaranya di lengang udara "Aku, Muhammad, telah melihat Ja'far bersenang dalam Jannah memiliki dua sayap berbulu putih, berlumur darah".

Dan untuk mereka bertiga, yang telah syahid sebagai panglima, sebagai ksatria di taman sejarah, dalam satu peristiwa yang sama, dalam ekspedisi Mu'tah. Nabi berkata, "Mereka telah diangkat ke surga dan berada di ranjang emas"***Berbahagialah para perindu surga seperti mereka. Tidakkah kita menginginkan kenikmatan bertemu bidadari yang menurut Nabi, kerudung yang menyapu kepalanya saja tak pernah akan sebanding dengan keindahan yang pernah kau saksikan di dunia. Tidakkah kau memendam keinginan untuk tamasya ke sana? Menjumpai bidadari.

Membuktikan syair Ibnul Qayyim dalam kasidahnya:
Kami bidadari jelita,Abadi..., suci..., pelepas dahaga
Pandanglah kami, dan kau kan mampu berkaca
Untuk apa ada sebening cermin Jika ada pipi merona
Dan senyuman mutiara Pasangan kami Orang yang mulia

Thursday, August 11, 2005

[^] Kualitas Keimanan Kita

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi.” (QS al-Hajj: 11).

Pernyataan Allah tersebut menggugah kita sebagai hamba-hambaNya untuk senantiasa memahami posisi diri: sedang dalam keadaan berimankah atau masih berada di tepi. Orang yang berada di tepi ini tak lain adalah orang yang mengaku beriman kepada Allah tetapi tidak dengan penuh keyakinan. Tanda-tandanya, jika memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan demikian (QS al-Hajj: 11). Kebaikan-kebaikan tersebut tidak membuatnya tergugah untuk meningkatkan keimanan atau rasa syukur kepada Allah.

Yang perlu diingat, orang yang berada dalam keadaan demikian sangat labil jiwanya. Sehingga, Allah mengingatkan, “Jika orang tersebut ditimpa suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang” (QS al-Hajj: 11), atau kembalinya ia kepada kekafiran atau ingkar kepada Allah.

Tanda-tanda yang disebutkan Allah di atas kiranya sudah cukup jelas dan mungkin tidak sedikit dilakukan oleh sebahagian kita. Kita tidak menyadari kalau sedang menikmati kebaikan-kebaikan yang diberikan Allah, sehingga semua itu jarang disyukuri dengan mempertebal keimanan kepadaNya. Sedangkan ketika sedikit merasa terjepit, segala cara yang dilarang dan bahkan mengundang laknat Allah, dilakukan, tak terkecuali menjadi murtad.

Keadaan kita yang demikian sesungguhnya merugikan diri kita sendiri. Sebagaimana peringatan Allah, “Rugilah ia (yang demikian itu) di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata (QS al-Hajj: 11).

Monday, August 08, 2005

[+] Berbahagialah Meski Mendapat Musibah

Membaca judul di atas mungkin Anda bertanya-tanya, apakah saya tak salah tulis. Anda mungkin berkata, ''Bukankah akan lebih berbahagia kalau kita sama sekali tak punya masalah?'' Kalau demikian, Anda salah besar! Dimana ada kehidupan, disitu pasti ada permasalahan. Namun, tahukah Anda bahwa di balik setiap masalah terkandung suatu peluang emas dan kesempatan yang besar untuk maju?
Ada kata-kata bijak dari Norman V Peale yang patut Anda renungkan. Dalam bukunya You Can If You Think You Can, ia mengatakan, ''Apabila Tuhan ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga, bagaimanakah Ia memberikannya kepada Anda? Apakah Ia menyampaikan dalam bentuk suatu kiriman yang indah dalam nampan perak? Tidak! Sebaliknya Tuhan membungkusnya dalam suatu masalah yang pelik, lalu melihat dari jauh apakah Anda sanggup membuka bungkusan yang ruwet itu, dan menemukan isinya yang sangat berharga, bagaikan sebutir mutiara yang mahal harganya yang tersembunyi dalam kulit kerang.''

Pernyataan di atas bukan sekedar kata-kata indah untuk menghibur Anda yang sedang kalut menghadapi suatu masalah. Ini adalah perubahan paradigma dan cara berpikir. Keadaan apa pun yang kita hadapi sebenarnya bersifat netral. Kita lah yang memberikan label positif atau negatif terhadapnya. Seperti yang dikatakan filsuf Cina, I Ching, ''Peristiwanya sendiri tidak penting, tapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya.''

Berikut ini contoh sederhana. Sebagai seorang fasilitator yang memberikan pelatihan di berbagai perusahaan, saya pernah menghadapi penolakan dari klien semata-mata karena usia saya yang dianggap terlalu muda. Saya pernah menganggap ini masalah besar. Bagaimana tidak? Ini menyangkut kredibilitas saya. Saya kemudian memikirkannya berhari-hari. Kepercayaan diri saya mulai terganggu.

Lama-kelamaan saya sadar bahwa penolakan semacam ini adalah hal biasa. Justru ini adalah kesempatan untuk berkembang. Karena itu, saya segera menggali kebutuhan klien dan mencari pendekatan yang lebih dapat diterima. Saya terus meningkatkan kompetensi, sampai akhirnya saya dapat diterima oleh perusahaan tersebut. Kalau demikian, penolakan awal itu sama sekali bukan sebuah masalah, tapi sebuah peluang yang sangat berharga.
Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh. Sayang, lebih banyak orang yang menganggap masalah sebagai sesuatu yang harus dihindari. Mereka tak mampu melihat betapa mahalnya mutiara yang terkandung dalam setiap masalah. Ibarat mendaki gunung, ada orang yang bertipe Quitters. Mereka mundur teratur dan menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung. Ada orang yang bertipe Campers, yang mendaki sampai ketinggian tertentu kemudian mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat yang datar dan nyaman untuk berkemah. Mereka hanya mencapai sedikit kesuksesan tapi sudah merasa puas dengan hal itu.

Tipe ketiga adalah Climbers yaitu orang yang seumur hidupnya melakukan pendakian, dan tak pernah membiarkan apapun menghalangi pendakiannya. Orang seperti ini senantiasa melihat hidup ini sebagai ujian dan tantangan. Ia dapat mencapai puncak gunung karena memiliki mentalitas yang jauh lebih tinggi, mengalahkan tingginya gunung. Orang dengan tipe ini benar-benar meyakini apa yang pernah dikatakan Dag Hammarskjold, ''Jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum Anda mencapai puncaknya. Karena begitu ada di puncak, Anda akan melihat betapa rendahnya gunung itu.''

Semua masalah sebenarnya adalah rahmat terselubung bagi kita. Mereka ''berjasa'' karena dapat membuat kita lebih baik, lebih arif, lebih bijaksana, dan lebih sabar. Anda baru dapat disebut manajer yang baik kalau Anda mampu memimpin seorang bawahan yang sulit, yang membuat para manajer lain angkat tangan. Anda baru menjadi orang tua yang baik kalau Anda dapat menangani anak yang bermasalah, atau pun menantu yang keras kepala, yang melakukan sesuatu melebihi batas kesabaran Anda. Anda baru dapat disebut profesional kalau Anda mampu menangani pelanggan yang cerewet yang sering mengeluh dan banyak maunya.

Untuk mencapai kesuksesan Anda perlu memiliki adversity quotient, yaitu kecerdasan dan daya tahan yang tinggi untuk menghadapi masalah. Kecerdasan tersebut dimulai dari merubah pola pikir dan paradigma Anda sendiri. Mulai lah melihat semua masalah yang Anda hadapi sebagai peluang, kesempatan, dan rahmat. Anda akan merasa tertantang, namun tetap mampu menjalani hidup yang tenang dan damai.

Berbahagialah jika Anda memiliki masalah. Itu artinya Anda sedang hidup dan berkembang. Justru bila Anda tak punya masalah sama sekali, saya sarankan Anda segera berdoa, ''Ya Tuhan. Apakah Kau tak percaya lagi padaku, sehingga Kau tak mempercayakan satu pun kesulitan hidup untuk saya atasi?'' Dengan berdoa demikian Anda tak perlu khawatir. Tuhan amat mengetahui kemampuan kita masing-masing. Ia tak akan pernah memberikan suatu beban yang kita tak sanggup memikulnya.
Have a nice day ...^_^

Friday, August 05, 2005

[*] Siklus Kemenangan dan Kekalahan

Dalam banyak firman dan ayat-Nya, Allah seringkali mengisyaratkan pada kita, bahwa kemenangan dan kekalahan itu selalu dipergilirkan. Seperti roda, kata orang-orang tua. Kadang di atas, ada saatnya pula berada di bawah.

Begitu juga dengan perjalanan sejarah dunia. Dulu pada zamannya, bangsa Romawi adalah pemimpin peradaban dunia. Lalu ia turun dan digantikan oleh bangsa lainnya. Lalu kaum Muslim memimpin peradaban dengan segala konsepnya. Melahirkan orang-orang pilih tanding, baik dari sisi akhlak dan moral, maupun intelektual dan ilmu pengetahuan. Tapi seperti kata Allah, kemenangan dan kekalahan selalu dipergilirkan.
Dan kini peradaban sedang dipimpin oleh bangsa Barat, diwakili oleh Amerika sebagai pencetus komandonya. Tapi sekali lagi, roda pasti berputar, bagaimana pun kuatnya laju putaran ditahan. Sesungguhnya, bukan saja tentang waktu, tapi lebih dari itu, kemenangan adalah soal persiapan. Siapapun yang paling siap untuk menang, maka ia akan menempati urutan pertama mendapatkan giliran kemenangan selanjutnya. Siapapun yang lebih lengkap persyaratannya untuk menang, waktu hanya tinggal giliran. Pertanyaan itulah yang seharusnya kita ajukan pada diri sendiri, pada komunitas kita, pada kaum yang mendambakan kemenangan. Sudah sejauh mana persiapan, persyaratan dan mental sebagai pemenang telah disiapkan?
Bagi para pemimpi, teruslah bermimpi tentang kemenangan dan kebangkitan. Semuanya tak akan pernah terjadi, tanpa membangun persiapan.
Tapi, bagi orang-orang yang membangun mimpinya menjadi kenyataan, kemenangan hanya sasaran antara. Sama sekali bukan tujuan. Pada masanya, dalam Perang Khandaq, pasukan Ahzab yang mengepung dan melumpuhkan penghuni Madinah sempat meniriskan harapan kaum Muslimin. Lalu Rasulullah berseru pada orang-orang beriman, “Sesungguhnya tiada kehidupan kecuali kehidupan akhirat!”
Itulah tujuan kemenangan yang paling tinggi. Kemenangan akhirat. Kemenangan yang bisa dicapai, baik ketika kemenangan dunia ada di tangan atau tidak. Maha Suci Allah yang selalu benar atas janji-Nya. Tiada seorang pun yang memenangkan akhirat, kecuali kemenangan dunia akan menjadi miliknya juga. Karena Allah telah berjanji, siapapun yang menolong agamanya, Allah akan menolongnya dan memberikan kemenangan dunia untuknya.
Jika hari ini kemenangan itu belum tiba untuk kita, bukan berarti musuh yang begitu perkasa. Tapi bisa jadi, karena kita kehilangan arah. Kehilangan kemenangan sejati, memperjuangkan agama Allah yang mulia.
Tentang kasus walikota Depok... Hanya Allah semanta yang berhak memberikan amanah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Kita hanya wajib berusaha untuk mempertahankan dengan segala yang kita bisa karena kita yakin kita telah melewati proses dengan Haq.
Innal bathila kana zahuqa...
[pasca putusan kontroversial dari gedung PT Jabar yang menganulir kemenangan pasangan dari partai dakwah]

Wednesday, August 03, 2005

[+] God Works in a Mysterious Way

Ketika Tuhan berkata "TIDAK"

Ya Tuhan ambillah kesombonganku dariku.
Tuhan berkata, "Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya."

Ya Tuhan sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat.
Tuhan berkata, "Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara."

Ya Tuhan beri aku kesabaran.
Tuhan berkata, "Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri."

Ya Tuhan beri aku kebahagiaan.
Tuhan berkata, "Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri."

Ya Tuhan jauhkan aku dari kesusahan.
Tuhan berkata, "Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada Ku."

Ya Tuhan beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat.
Tuhan berkata, "Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal."

Ya Tuhan bantu aku MENCINTAI orang lain, sebesar cintaMu padaku.
Tuhan berkata... "Ahhhh, akhirnya kau mengerti !"

Sedikit Renungan :
Kadang kala kita berpikir bahwa Tuhan tidak adil, kita telah susah payah memanjatkan doa, meminta dan berusaha, pagi-siang-malam, tapi tak ada hasilnya.

Kita mengharapkan diberi pekerjaan, puluhan-bahkan ratusan lamaran telah kita kirimkan tak ada jawaban sama sekali -- orang lain dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan.

Kita sudah bekerja keras dalam pekerjaan mengharapkan jabatan, tapi justru orang lain yang mendapatkannya tanpa susah payah.

Kita mengharapkan diberi pasangan hidup yang baik dan sesuai, berakhir dengan penolakkan dan kegagalan-orang lain dengan mudah berganti pasangan.

Kita menginginkan harta yang berkecukupan, namun kebutuhan terus meningkat.

Coba kita bayangkan diri kita seperti anak kecil yang sedang demam dan pilek, lalu kita melihat tukang es.
Kita yang sedang panas badannya merasa haus dan merasa dengan minum es dapat mengobati rasa demam(maklum anak kecil).

Lalu kita meminta pada orang tua kita (seperti kita berdoa memohon pada Tuhan) dan merengek agar dibelikan es. Orangtua kita tentu lebih tahu kalau es dapat memperparah penyakit kita. Tentu dengan segala dalih

kita tidak dibelikan es. Orangtua kita tentu ingin kita sembuh dulu baru
boleh minum es "susu murni nasional"yang lezat itu.

Begitu pula dengan Tuhan, segala yang kita minta Tuhan tahu apa yang paling baik bagi kita. Mungkin tidak sekarang, atau tidak di dunia ini Tuhan mengabulkannya. Karena Tuhan tahu yang terbaik yang kita tidak tahu.


Kita sembuhkan dulu diri kita sendiri dari "pilek" dan "demam".... dan terus berdoa.

"There's a time and place for everything, for everyone. God works in a mysterious way."

[syukron kepada ***s atas kiriman email ini, barakallahu lak]


Monday, August 01, 2005

[^] Bening Hati

Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat.Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur'an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,"Akan hadir diantara kalian seorangcalon penghuni surga". Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati,siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini?. Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.

Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid.Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy.Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.

Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya.Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.
Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang laki-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?

Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.

Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si sahabat mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. "Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus," pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur'an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.

Sungguh, si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.
Akhirnya, sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam.Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya,"Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salh satu calon penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat mencontohmu".

Si laki-laki menjawab," Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu.Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian."

Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi berseri-seri."Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal ini". Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.

***
Kawan, kisah di atas barangkali tak lagi asing. Namun tiada rugi untuk ditutur kembali. Surga bukan hanya hak para wali, nabi, syuhada dan ulama. Jika kita merasa hanyalah orang kebanyakan, itu tak berarti kita tak berhak atas nikmat surga. Karena amalan kecil pun bisa menjadi kunci masuk surga. Dan ternyata kebersihan hati itu sangat besar nilainya.

Jangan pernah berputus asa atas rahmatNya. Sungguh Dia Maha Pemberi Karunia.Insya Allah, jika kita ikhlas, tulus dan mengerjakan penuh cinta, Dia takkan menyia-nyiakan hambaNya. Wallahu a'lam

Friday, July 29, 2005

[^] Ciri dan Bahaya Riya'

Ada empat ciri orang yang (beramal) riya: malas beramal jika bersendirian, bersemangat beramal bila di depan orang, bertambah amalnya jika dipuji dan menguranginya jika dicela ( Saidina Ali bin Abi Talib).

Ahli hikmah mengibaratkan orang yang ria dalam melakukan sesuatu, termasuk melakukan ibadah kepada Allah, itu dengan orang yang pergi ke pasar yang kantongnya diisi penuh dengan batu. Tujuannya tidak lain agar orang-orang melihatnya dengan kagum dan menyangkanya kantongnya penuh dengan uang. Ini bermakna bahwa suatu pekerjaan yang dilakukannya meskipun banyak, sungguh-sungguh, melelahkan, dan bahkan memakan korban jiwa, adalah samasekali perbuatan yang sia-sia. Sebab, suatu pekerjaan yang mengandung riya tidak akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, karena yang jelas dia hanya melakukan sesuatu dengan mengharapkan sesuatu pujian dari manusia.

Orang yang beramal dengan ria pada hari kiamat nanti akan disuruh mengambil pahalanya di dunia ini dari orang-orang yang dia beramal untuk orang tertentu. Katankanlah misalnya seorang pemuda yang ingin membantu orang yang terkena tsunami dengan mengharapkan penghargaan pemerintah, bukan ikhlas karena Allah. Akibatnya, pekerjaan itu akan serius dilakukan di daerah-daerah tertentu yang mudah terlihat oleh pemerintah.

Lebih jauh, Nabi Muhammad menyamakan amal dengan ria itu dengan syirik. Kata Nabi, Sesuatu yang paling aku takuti terjadi padamu sekalian adalah penyakit syirik kecil. Para sahabat bertanya, Apa itu syirki kecil? Nabi menjawab, Itulah ria.

Wednesday, July 27, 2005

[^] Jangan Bersedih Hanya Karena Musibah Itu….

Sekarang ini, setiap harinya entah berapa banyak manusia yang mengawali pagi harinya dengan tiada sedikitpun rasa semangat dalam diri. Anggapan bahwa hari ini tidak akan lebih baik dari hari kemarin selalu mengubah caranya berpikir. Akibatnya jelas, hal-hal yang tidak semestinya terjadi, terjadi.

Di lain sisi, banyak juga manusia yang merasa Allah tidak berlaku adil terhadapnya. Dilihatnya kehidupan temannya di sekitar, ada diantara mereka yang mengenderai mobil ketika menuju ke kantor, ada juga diantara mereka yang mengendarai motor besar ketika ke kantor, sedangkan dia hanya menumpang bus kota yang penuh sesak dengan manusia lain.

Ada juga pribadi yang tidak sabar ketika menerima sebuah cobaan hidup padanya. Masih begitu segar dalam ingatan kita, betapa siaran kriminal di televisi akhir-akhir ini sungguh teramat menyedihkan. Seorang pengusaha yang memilih untuk terjun dari apartemennya hanya karena tidak mampu lagi membayar hutang, kisah seorang pelajar yang menggantungkan dirinya hanya karena tidak mampu membayar uang sekolah, ada juga kisah seorang yang meminum baygon karena memang sudah tidak mampu lagi menahan cacian dan makian orang sekitar. Sungguh teramat tragis ending dari perjalanan hidup mereka. Mungkin mereka lupa bahwa akan ada kehidupan setelah kehidupan di dunia ini, kalaulah kiranya mereka ingat bahwa membunuh diri adalah hal yang sangat dilarang dalam agama bahkan termasuk dalam tujuh kategori dosa besar mungkin mereka akan berpikir ulang sebelum mengambil keputusan yang sangat kontraversial tersebut.

Lalu muncul sebuah pernyataan dari realita diatas, apa memang begitu caranya menanggapi sebuah permasalahan yang menimpa dalam diri kita?

Mari coba kita perhatikan ayat berikut (Q.S Al-Ankabuut 1-3) :

1. Alif laam miim
2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
3. Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.

Ayat ini menghentakkan sekaligus menyadarkan kita tentang urgensi dan esensi dari rangkaian ujian yang telah, sedang, dan akan kita jalani dalam proses perjalanan hidup di dunia ini. Bahwa memang Allah sengaja menguji hamba-Nya dengan berbagai macam ujian dan cobaan yang kalau kita cermat memperhatikan, ujian yang diberikan Allah kepada hamba-Nya sangat beragam.

Ayat diatas juga menyebutkan bahwa ujian adalah sebuah keniscayaan bagi mereka yang mengaku beriman kepada Allah, karena hakikat orang yang beriman akan senantiasa konsisten dengan keimanannya apapun dan bagaimanapun kondisinya, baik dalam keadaan senang ataupun sedih. Kelak, akan terlihat siapa yang benar-benar beriman kepada Allah dan siapa yang bersifat oportunis. Oportunis adalah mereka yang sewaktu-waktu mengatakan beriman padahal sebenarnya mereka tidak beriman, mereka mencoba untuk membohongi Allah dan orang-orang yang benar-benar beriman lainnya, atau dalam bahasa lain oportunis inilah mereka kaum munafik seperti yang telah Allah gambarkan dalam awal surat Al-Baqarah.

Tentu bukan tanpa maksud Allah memberikan cobaan kepada hamba-Nya. Selain untuk mengetahui siapa yang benar-benar beriman, ujian juga untuk meningkatkan derajat manusia. Nah inilah yang jarang disadari oleh kita. Bukankah setiap ujian Allah yang berhasil kita lewati dengan baik akan semakin meningkatkan derajat kita di hadapan Allah? Bukankah ketinggian derajat Rasulullah karena memang beliau senantiasa mendapat ujian oleh Allah dalam mengemban risalah-Nya? Bukankah ketinggian derajat para shahabat setelah mereka ditimpa ujian oleh Allah? Diantara mereka ada yang telah dijanjikan syurga oleh Rasulullah itu setelah mereka mengorbankan harta, jiwa bahkan keluarganya untuk Islam. Diantara mereka ada yang meninggal dengan dicincang dan dicabik-cabik tubuhnya, ada juga yang mati di tiang gantungan, ada juga yang mati dengan puluhan tusukan dan goresan pedang. Tapi mereka berhasil melewati itu semua dan mereka akhirnya mendapatkan derajat yang teramat tinggi dihadapan Allah.

Ketika kita menerima cobaan hidup dari Allah, kita terkadang terlalu hiperbolik dengan menganggap seolah-olah kita adalah makhluk yang paling sengsara di muka bumi ini, dan tak jarang pula kita menganggap bahwa Allah telah berlaku tidak adil hanya kepada diri kita. Sejenak mungkin kita lupa, bahwa disekitar kita ada banyak manusia yang diberikan ujian yang teramat jauh dan berat dibandingkan kita. Kalau kita mencoba jujur pada diri kita, kita akhirnya menemukan sebuah jawaban, rupanya musibah yang menimpa diri kita itu belum seberapa jika dibandingkan dengan orang lain. Jika kita telah menyadari itu, patutkah kita bersenang karena ujian kita lebih ringan dibandingkan dengan orang lain? Sikap itupun sepertinya kurang tepat, karena semakin tinggi ujian yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya maka semakin tinggi pula derajat hamba tersebut. Dalam sebuah hadist diriwayatkan, bahwa Allah akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya sesuai dengan kadar/derajat hamba tersebut, jika dia berhasil melewati ujian tersebut dengan baik maka derajatnya akan dinaikkan dan akan ditimpakan musibah yang lebih berat lagi dari sebelumnya. Berarti jelas, kita patut khawatir jika musibah yang menimpa kita sangatlah ringan, jangan-jangan derajat kita sangat rendah di hadapan Allah.

Seperti ujian kenaikan kelas, itulah mungkin gambaran yang bisa mendekati arti hadist diatas. Soal ujian yang diberikan kepada murid kelas 1 tentu berbeda kualitasnya dengan murid kelas 2. Pada saat pembagian rapot, murid kelas 1 yang berhasil mengerjakan ujian dengan baik maka dia akan naik kelas 2, dan di kelas 2 nanti dia akan menghadapi soal ujian yang lebih berat dari kelas 1, bagi yang tidak mampu mengerjakan soal ujian dengan baik maka dia tinggal kelas, itu menunjukkan kualitas belajarnya patut dipersoalkan.

Jadi, apa yang menjadi masalah kita hari ini, mari coba kita renungkan bersama. Ambillah sebuah ballpoint dan tulis semua. Setelah kita tulis, kita baru mengetahui bahwa ujian kita sangat sedikit dan sangat rendah kualitasnya, lalu atas landasan apa kita tidak bisa bersabar dalam menghadapi ujian ini? Bukankah kita ingin naik kelas?

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

Monday, July 25, 2005

[+] Rahasia Kebahagiaan

Rahasia kebahagiaan adalah memusatkan perhatian pada kebaikan dalam diri orang lain. Sebab, hidup bagaikan lukisan: Untuk melihat keindahan lukisan yang terbaik sekalipun, lihatlah di bawah sinar yang terang, bukan di tempat yang tertutup dan gelap sama halnya sebuah gudang.

Rahasia kebahagiaan adalah tidak menghindari kesulitan.Dengan memanjat bukit, bukan meluncurinya, kakiseseorang tumbuh menjadi kuat.

Rahasia kebahagiaan adalah melakukan segala sesuatu bagi orang lain. Air yang tak mengalir tidak berkembang. Namun, air yang mengalir dengan bebas selalu segar dan jernih.

Rahasia kebahagiaan adalah belajar dari orang lain, dan bukan mencoba mengajari mereka. Semakin Anda menunjukkan seberapa banyak Anda tahu, semakin orang lain akan mencoba menemukankekurangan dalam pengetahuan Anda. Mengapa bebek disebut "bodoh"? Karena terlalu banyak bercuap-cuap.

Rahasia kebahagiaan adalah kebaikan hat i: memandang orang lain sebagai anggota keluarga besar Anda.
Sebab, setiap ciptaan adalah milik Anda. Kita semua adalah ciptaan Tuhan yang satu.

Rahasia kebahagiaan adalah tertawa bersama oranglain, sebagai sahabat, dan bukan menertawakanmereka, sebagai hakim.

Rahasia kebahagiaan adalah jangan pernah merampas atau mengurangi hak orang lain. Lebih indah bila orang berdoa utk kebaikan kita daripada sumpah serapah orang yg teraniaya oleh kita . Perlu diingat, doa yg cepat dikabulkan adalah doa orang teraniaya.

Rahasia kebahagiaan adalah tidak sombong. Bila Anda menganggap mereka penting, Anda akan memiliki sahabat ke manapun Anda pergi. Ingatlah bahwa musang yang paling besar akan mengeluarkan bau yang paling menyengat.

Kebahagiaan datang kepada mereka yang memberikancintanya secara bebas, yang tidak meminta oranglain mencintai mereka terlebih dahulu.
Bermurah hatilah seperti mentari yang memancarkan sinarnya tanpa terlebih dahulu bertanya apakah orang-orang patut menerima kehangatannya.

Kebahagiaan berarti menerima apapun yang datang, dan selalu mengatakan kepada diri sendiri "Aku bebas dalam diriku".

Kebahagiaan berarti membuat orang lain bahagia.

Padang rumput yang penuh bunga membutuhkan pohon-pohon di sekelilingnya, bukan bangunan-bangunan beton yang kaku. Kelilingilah padang hidup Anda dengan kebahagiaan.

Kebahagiaan berasal dari menerima orang lain sebagaimana adanya; nyatanya menginginkan mereka bukan sebagaimana adanya. Betapa akan membosankan hidup ini jika setiap orang sama. Bukankah taman pun akan tampak janggal bila semua bunganya berwarna ungu?

Rahasia kebahagiaan adalah menjaga agar hati Anda terbuka bagi orang lain, dan bagi pengalaman-pengalaman hidup. Hati laksana pintu sebuah rumah. Cahaya matahari hanya dapat masuk bilamana pinturumah itu terbuka lebar.

Rahasia kebahagiaan adalah memahami bahwa persahabatan jauh lebih berharga daripada barang; lebih berharga daripada mengurusi urusan sendiri; lebih berharga daripada bersikukuh pada kebenaran dalam perkara-perkara yang tidak prinsipiil.

Renungkan setiap rahasia yang ada di dalamnya.
Rasakan apa yang dikatakannya
[terimakasih kepada saudaraku atas kiriman email ini, barakallahu laka]

Sunday, July 24, 2005

[*] Surat Kepada Adek-adek Tercinta : Sinergisitas antara amal dakwah, akademik, dan skill

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

kutuliskan surat ini dengan penuh mengharapkan keikhlasan kepada ALlah, dan saya senantiasa berharap agar ALlah selalu mempersatukan batin kita hanya dalam kenikmatan dalam jamaah ini. semoga ini menjadi salah satu bukti atau minimal menjadi bukti kecil perhatian para alumni terhadap dakwah antum disana, di kampus tercinta. jangan pernah sekali-kali berpikir bahwa alumni telah melupakan dakwah antum di kampus tercinta, tidak, tidak sama sekali... ingatlah, jika sekali waktu antum menemui kesulitan dalam mengemban amanah mulia ini maka jangan ragu-ragu untuk hubungi kami, insya ALlah kami akan senantiasa membantu sesuai dengan kapailitas kami masing-masing. walau kita tidak lagi dipersatukan secara fisik, tapi ingatlah ikhwah fillah, doa rabithah yang senantiasa kita baca bukan tidak membekas, bahkan sangat ! dan persaudaraan kita telah dipersatukan oleh ALlah, kita hanya ingin menjadi seperti yang telah disebutkan Allah dalam hadist, dua orang pemuda yang bertemu dan berpisah hanya karena Allah... semoga Allah memasukkan kita dalam golongan tersebut. Allahumma amien

akhi fillah,
dakwah, akademik, dan skill adalah tiga mata rantai yang harusnya tidak bisa terpisahkan dalam pribadi seorang da’I. ketika kita menyebut pribadi da’I maka harusnya yang terbayang di benak kita adalah bukan hanya pribadi yang menghabiskan waktunya hanya dalam masalah dakwah semata, tapi dia melupakan sisi akademik dan skill kemahasiswaannya.

seorang da’I harusnya tawazun dalam ketiga hal tersebut. tawazun adalah tidak sama dengan seimbang. jika diibaratkan angka seratus, tawazun bukan berarti 33 1/3 persen untuk dakwah, 33 1/3 persen untuk akademik, dan 33 1/3 persen untuk skill. tapi tawazun adalah proporsional. ada kalanya kita harus mencurahkan seluruh potensi kita hanya untuk akademik di suatu waktu, tapi di waktu lain kita harus mengerahkan seluruh potensi diri kita untuk dakwah dan begitu juga dengan pengembangan skill.

ketika kita sedang kuliah, maka kerahkanlah perhatian kita hanya untuk mendengar apa yang disampaikan dosen dalam kelas. akan salah kalau ketika menerima mata kuliah kita berpikir tentang hal lain. begitu juga ketika ada sebuah amanah dakwah yang harus kita selesaikan, maka selesaikanlah dengan baik, jangan sampai dicampur dengan permasalahan di luar permasalahan dakwah yang sedang kita hadapi

dari berbagai macam pengalaman, justru saat kita tidak bisa tawazun maka berbagai macam qadhoya mulai bermunculan… qadhoya tersebut akhirnya hanya akan menghambat perkembangan dakwah kampus dengan atau tanpa kita sadari. bukankah jika kehilangan seorang aktivis dakwah maka sedikit banyak akan menghambat pertumbuhan dakwah kampus?

bagaimana caranya untuk bisa tawazun? ini yang butuh sikap konsistensi kita terhadap apa yang telah kita rancang. diatas ana telah sebutkan, bahwa ketika antum sedang menghadapi sebuah permasalahan maka curahkan semua perhatian hanya pada masalah yang bersangkutan, jangan dicampur aduk dengan yang lain. dan ingat akhi, jika kita bisa mempelajari sebuah permasalahan hanya 2 jam, maka jangan habiskan waktu 3 jam untuk menyelesaikannya ! Jika kita mampu menyelesaikan permasalahan organisasi hanya dengan 1 hari maka sekali lagi jangan habiskan waktu 2 hari untuk menyelesaikannya !

sekarang berkembang sebuah permasalahan di kalangan aktivis, bahwa mereka mempunyai waktu yang sangat kurang dalam menyelesaikan sebuah permasalahan. kalau menurut ana, hal itu tidaklah sepenuhnya benar. mari kita lihat ke belakang, seberapa efisienkan waktu yang telah kita pergunakan. tentu banyak sekali waktu yang kita buang percuma.

lalu diantara ketiga itu mana yang penting ? tidak ada sesuatu hal yang menempati tingkatan lebih penting jika dibandingkan dengan yang lain. akhi fillah, dakwah adalah sebuah kewajiban hidup, tidak hanya bagi kita yang telah menamakan diri kita sebagai aktivis dakwah, bahkan seluruh ummat Islam pun diwajibkan untuk berdakwah…. “barangsiapa yang bangun di pagi hari dan tidak memperhatikan keadaan ummatku, maka sungguh dia bukan golonganku” hadist itu menjadikan bukti konkret bahwa dakwah adalah keniscayaan bagi seluruh ummat Islam apalagi kita, aktivis dakwah kampus!

akademik dan skill, siapa yang bilang kalau itupun tidak wajib untuk kita pelajari. kita sedang kuliah di fakultas teknik, ada tuntutan lebih dari Islam terhadap kita. selain berdakwah, kita juga dituntut untuk mahir dalam bidang yang kita kuasai. sehingga nanti kita bisa menguasai dunia dengan ilmu yang kita miliki. Allahumma amien. ana membayangkan bagaimana kalau nanti kampus putih biru yang terletak jauh dari ujung bandung, melahirkan purnamahasiwa yang mengusai teknologi dengan sangat dan tidak pernah lupa mendirikan qiyamullail dan senantiasa berdakwah. Subhanallah ! bukankah itu azzam kita bersama.

ketika antum memasuki dunia kerja. ketiga hal itu pun sangat dipakai. jika antum mulai dari sekarang sudah berazzam untuk menjadi pegawai di sebuah perusahaan besar yang berskala nasional dan multinasional maka siapkan IPK minimal 3.00. saat itu antum akan merasakan bahwa IPK (akademik) sangat berperan. setelah antum menjadi pegawai, antum harus berinteraksi dengan rekan kerja yang lain, hal demikian harus antum lakukan untuk bisa dipromosi.. disnilah sangat dibutuhkan kemampuan managerial dari antum… mulai fase ini IPK sudah tidak begitu diperhatikan lagi karena yang diperhatikan adalah sejauh mana kecakapan antum dalam menyelesaikan pekerjaan dan kemampuan antum dalam berinteraksi dengan rekan kerja.

banyak orang terlena dengan kerjaannya… seluruh hidupnya seolah-olah hanya dihabiskan untuk mencari duit semata. bayangkan bangun jam 6 pulang sehabis isya tidakkah ini melelahkan. banyak diantara mereka yang kehilangan jatidiri mereka karena dunia telah menghiasi hidup mereka… saat inilah akhi fillah, tarbiyah sangat berperan. ruhiyah antum sangat berperan. tarbiyah yang baik akan mampu menjaga antum dari kejadian diatas. antum tetap akan menjadi seorang jundi yang sebenarnya mempunyai sebuah misi khusus dimanapun antum berada. sehingga antum akan sangat mudah menjadikan semua wasilah kerja untuk meningkatkan pertumbuhan dakwah.

begitulah kira-kira akh… gambaran sinergisitas antara dakwah, akademik, dan skill semoga paparan singkat ini menjadi persiapan khusus buat antum yang sedang mengeluti permasalahan akademik dan dunia dakwah kampus…

tetap istiqamah akh teruskan perjuangan yang telah diwarisi oleh generasi sebelumnya.. yakinilah setiap fase itu mempunyai permasalahan masing-masing yang hanya dapat diselesaikan dengan cara masing-masing. jangan memperbesar masalah yang kecil, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu untuk syuro, segeralah dalam melakukan amal, insya Allah dengan cara itu dakwah kampus akan berkembang dan semoga Allah mencatat amal dakwah antum sehingga antum dengan bangga dapat menunjukkannya di hadapan Allah ketika yaumul akhir kelak.. Allauhumma amien.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Friday, July 22, 2005

[*] True Love Story : Rasulullah dan Shahabat

Suatu ketika, sekelompok wakil dari suku-suku yang tinggal di daerah sekitar madinah melakukan tipu muslihat untuk mengurangi kekuatan Islam dan membalas dendam. mereka menghadap Nabi meminta untuk mengirimkan beberapa sahabat untuk menyiarkan Islam pada suku-suku tersebut.

Nabi menyetujui permintaan mereka dan memilih beberapa sahabat untuk menjadi da’I sesuai permintaan mereka, rombongan tersebut meninggalkan madinah, ketika sampai di suatu tempat bernama raji’, para wakil suku tadi mewujudkan niat jahat mereka. Dengan bantuan suku Huzail, mereka memutuskan untuk menahan dan membunuh para utusan itu.

Shafwan bin Umayyah, seorang kafir yang ayahnya tewas dalam perang Badar, membeli Zaid bin Dasinah untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Diputuskan bahwa Zaid harus digantung dihadapan banyak orang. Tiang gantungan didirikan di Tan’im, kaum Quraisy dan kawan-kawan mereka berkumpul disitu pada hari khusus tersebut, si pesakitan didirikan di tiang gantungan.

Hidup Zaid tinggal beberapa menit lagi ketika Abu Sufyan, tokoh yang bekerja dari balik layar dalam segala urusan menoleh kepada Zaid seraya berkata “Saya bersumpah atas nama Tuhan yang kau percayai, kiranya engkau suka bila Muhammad yang terbunuh sebagai gantimu, sedang engkau bebas dan boleh pulang.” Zaid menjawab dengan gagah, “Saya bahkan tidak menghendaki sebatang duripun menusuk kaki Nabi, walaupun untuk itu saya akan bebas.”

Jawaban Zaid memberi efek besar kepada Abu Sufyan. Ia kagum akan ketulusan para sahabat Nabi. “Sepanjang hidup saya” katanya, “belum pernah saya melihat sahabat seseorang yang demikian berbakti dan siap berkorban seperti para sahabat Muhammad.” Segera setelah itu Zaid digantung, dia mengorbankan nyawanya demi Islam.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad, mari kita barsalawat pada kekasih pilihan.

Bagaimana sahabat tidak mencintai Rasul sementara cinta Rasul begitu besar pada ummatnya. Seolah terngiang-ngiang di telinga kata-kata terakhir yang diucapkan Rasul “ummatiy.. ummatiy…”
Yazid Arraqqasyi dari Anas bin Malik ra. Berkata: Jibril datang kepada Nabi SAW pada waktu yang tidak biasa datang dalam keadaaan berubah mukanya, maka ditanya oleh Nabi SAW “mengapa aku melihat kau berubah muka?”

Jibril menjawab: “Ya Muhammad, aku datang kepadamu disaat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yang mengetahui bahwa neraka jahannam itu benar, dan siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu besar untuk bersuka ria sebelum ia merasa aman daripadanya…… neraka itu ada tujuh pintu, tiap-tiap pintu ada bagiannya yang tertentu dari laki-laki maupun perempuan.”
Nabi SAW bertanya : “Apakah pintu-pintunya bagaikan pintu-pintu rumah kami?” Jibril menjawab :”Tidak, tetapi selalu terbuka, setengahnya di bawah dari lainnya, dari pintu ke pintu jarak perjalanannya 70.000 tahun, tiap pintu lebih panas dari yang lain 70 lipat.”

Rasulullah SAW bertanya: ”siapakah penduduk masing-masing pintu?” Jibril menjawab: ”pintu yang terbawah untuk orang-orang munafik, dan orang-orang yang kafir setelah diturunkan hidangan mukjizat Nabi Isa as serta keluarga Fir’aun, sedang namanya Al-Hawiyah. Pintu kedua tempat orang-orang musyrikin bernama Jahim, Pintu ketiga tempat para Shobi’in bernama Saqar. Pintu keempat tempat iblis dan pengikutnya dari kaum Majusi bernama ladha. Pintu kelima orang Yahudi bernama Huthomah. Pintu keenam tempat orang nashara bernama sa’iir.”

Kemudian Jibril diam karena segan pada Rasullahh SAW. Sehingga ditanya :”mengapa tidak kau terangkan penduduk pintu ketujuh?”
Jibril menjawab: “Di dalamnya orang-orang yang berdosa besar dari ummatmu yang sampai mati belum sempat bertaubat.”

Maka Nabi jatuh pingsan ketika mendengar keterangan itu, sehingga Jibril meletakkan kepala Nabi SAW di pangkuannya sehingga sadar kembali dan sesudah sadar Nabi SAW bersabda : “Ya Jibril, sungguh besar kerisauanku dan sangat sedihku, apakah ada seorang dari ummatku yang akan masuk ke dalam neraka?” Jibril menjawab: “Ya, yaitu orang yang berdosa besar dari ummatmu.”Kemudian Nabi SAW menangis, lalu masuk kedalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk shalat kemudian kembali dan tidak berbicara dengan orang lain dan bila shalat selalu menangis.

Allahumma shally ‘ala Muhammad, “Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya beshalawat atas Nabi, hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu atas Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab:56)

Alasan yang bagaimanakah sehingga para sahabat tidak mencintai Rasul?

Khubaib adalah orang kedua setelah Zaid bin Dasinah yang di tawan para suku-suku pembelot pemerintahan Islam, dia ditahan untuk sementara, dewan Mekah kemudian memutuskan bahwa ia juga harus digantung di Tan’im. Ketika khubaib telah berdiri di sisi tiang gantungan, Khubaib meminta izin kepada para pejabat berwenang untuk mendirikan shalat. Setelah diizinkan, ia mendirikan shalat dua rakaat secara singkat dan sempurna. Kemudian ia berpaling kepada para pemimpin quraisy seraya berkata: “kalau bukan karena khawatir kamu akan mengira saya takut mati, saya akan shalat lebih banyak dan akan memperpanjang ruku’ dan sujud dalam shalat saya.” Kemudian ia menengadah ke langit seraya berkata, ya Allah ! kami melakukan kewajiban yang diamanatkan Nabi kepada kami.” Perintah diberikan, dan kubaib pun digantung. Sesaat sebelum mati ia berkata, “Ya Tuhan! Sampaikanlah kiranya salam saya kepadanya.”

Maha suci Allah atas setiap detik waktu yang kita lewati, adakah jawaban yang lebih tepat mengapa Khubaib melakukannya kecuali cinta? Atas nama cinta para sahabat menjual diri dan harta mereka kepada Allah SWT.

Terakhir…ada ungkapan cinta yang sangat saya suka dari seorang kawan (semoga beliau tidak keberatan saya menuliskannya disini untuk mengakhiri tulisan yang mungkin kecil dan tidak berharga ini)

Aku takut cintaku hanya sementara,
maka aku mencintai keabadian.
Aku takut mencintai yang fana,
karena aku tak ingin kehilangan
Terkadang aku takut dicintai,
karena aku khawatir tak bisa memberi
Aku takut mencintai,
maka aku belajar memahami
Aku mencintai ketakutanku,
sebab ia memberikan rasa aman
Aku merasa tak aman saat mencintai apa yang tak kupahami
Aku Tanya pada cintaku pada siapa ia mau berteman,
Ia katakan padaku ia mencintai SANG ABADI
(untuk mereka yang mendamba cinta-NYA).

Wednesday, July 20, 2005

[^] Tidak Lebih dari Sekedar Tempat Bermain

"Dunia ini, panggung sandirawa...."
begitulah kira-kira kutipan dari sebuah lagu jaman dulu yang sempat menjadi lagu kegemaran anak muda saat itu. terkadang kalau saya berpikir, petikan lagu itu tidak ada salahnya malah sangat tepat. karena Allah sendiri telah memperingatkan kepada kita "Sesungguhnya dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau."

Ibarat sebuah permainan, tentu lengkap dengan lakonnya. pada kesempatan kali ini saya mencoba memberikan perumpamaan secara sangat sederhana dari kata permainan yang saya pahami.

Ketika kita menonton film, terkadang kita merasa begitu nyaman dan senang sekali melihat seorang aktor yang kita senangi memerankan peran protagonis, sosok yang kaya, baik hati, ramah, dan terkadang tampilan fisiknya diatas rata-rata menurut penilaian manusia.
Begitu pula sebaliknya, kita terkadang jengkel dan marah saat melihat aktor yang berperan antagonis, terlebih aktor itulah yang menjadi musuh bebuyutan aktor kesenangan kita. rasa kesal yang mendalam melupakan kita bahwa itu hanyalah sebuah film belaka, it's just a film ! tidak lebih. tapi kita dikendalikan oleh skenario sutradara yang luar biasa piawainya dalam merancang sebuah film sehingga terlihat sungguh teramat dramatis dan begitu nyata !

Di sisi lain, ketika adanya penganugerahan bintang film. Ketika memberikan nilai kepada para pemain film, sang juri tentu tidaklah begitu memperhatikan bahwa seorang pemain tersebut berperan antagonis atau protagonis, tapi sisi yang dinilai adalah sejauh mana dia profesional dengan perannya. kalaulah dia berperan sebagai antagonis, sebagus apa perannya… sehingga membuat objek akan terbawa dalam sisi pandang seolah-olah nyata. sehingga jelas, bukan jenis peran apa yang membuat seorang aktor mendapatkan award, tapi sejauh mana kepiawaiannya dalam memerankan perannya masing-masing.

Ketika dulunya saya masih kecil, saya sering menonton film siti nurbaya, sebuah film religius yang dikemas dalam bentuk sederhana tetapi komplit dalam segi realita kehidupan, persaingan, dan permusuhan.
saat itu saya mendengar kalau datuk maringgih dicerca orang padang pada saat mengunjungi propinsi itu. hal ini karena, sebagian besar masyarakat padang terpengaruh dengan peran antagonis yang diperan oleh datuk maringgih dalam film siti nurbaya tersebut.

Heran, padahal itu adalah sebuah film… tapi lihatlah betapa hebatnya peran seorang datuk maringgih sehingga mengubah persepsi masyarakat bahwa itu bukanlah sebuah film semata ! sehingga tidak salah kalau kita mengatakan bahwa datuk maringgih adalah 'man of the match' nya film siti nurbaya

Begitu juga dengan kehidupan,
Allah menciptakan manusia dengan berbagai macam perbedaan. ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang seolah-olah dari kehidupan dunianya sangat lapang rejekinya ada yang tidak, ada yang lancar pada semua permasalahan dunianya ada yang tersendat-sendat sesekali, ada yang terseok berulang kali bahkan ada yang mengklaim bahwa selama di dunia dia tidak pernah bahagia. great, luar biasa! Terhadap hal ini saya melihat bahwa permasalahan diatas tak lebih dari sekedar film siti nurbaya…

Semuanya ibarat sebuah film panjang, kita aktornya dan Allah sutradaranya dan Allah juga sebagai penilainya !
Allah selaku penilai, tentu tidak akan melihat hamba ini kaya atau tidak, hamba ini bodoh atau tidak, hamba ini menjadi karyawan di perusahaan besar atau tidak, tidak sama sekali ! Allah akan melihat sejauh mana hamba-Nya ini memainkan peran dengan benar sesuai dengan skenario yang benar yang Allah sudah firmankan dalam Al-quran. "Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu." Dialah pemenang award nanti di yaumil akhir

Ketika hamba-Nya memainkan peran selaku orang kaya, dalam skenario Allah menyuruh agar dia menafkankan hartanya di jalan Islam, menyantuni anak yatim, dan tidak pelit.
ketika seorang hamba memerankan sebagai fakir miskin, Allah menyuruh dia agar bersabar, tidak menggadaikan keimanan dengan harta dan memperbanyak doa.
Begitu juga dengan sebagian manusia yang sedang terjebak dalam sebuah masalah (yang menurutnya sangat pelik), dalam skenario Allah, hamba ini disuruh untuk bersabar dan terus beihktiar… tentu bukanlah hasil akhir yang akan dinilai oleh Allah karena memang hal itu adalah hak priorigatifnya Allah tapi seberapa besar usaha sang hamba dalam menjalankan skenario Allah.
Subhanallah….
Saudaraku, apa sih yang menjadi permasalahan kita sekarang ini.. seberapa besar apakah itu? cobalah berhenti sejenak merenungi kembali apakah permasalahan sekarang ini benar-benar pelik atau persepsi kita sendiri terhadap sebuah permasalahan itu yang membuat akhirnya sebuah perusahaan simple menjadi begitu complicated. bukankah itu hanya skenario dari Allah.. dan Allah telah memerintahkan kita untuk bersabar dalam menghadapi semua permasalahan hidup. Dan Allah juga yang telah berjanji bahwa tidak ada satu beban pun yang ditimpakan kepada makhluk-Nya melebihi dari kadar kemampuan sang makhluk. Artinya, semua dari kita pasti bisa menuntaskan semua permasalahan kita... tinggal kita mau bersabar atau tidak.

Mari kita mainkan peran kita sesuai dengan skenario Allah….